Setelah sebelumnya kita membahas gangguan yang dikenal dengan nama fobia kesehatan atau dengan nama lain yaitu hipokondriasis. Para
ahli mengatakan bahwa pengetahuan tentang apa yang menjadi penyebab gangguan somatoform, salah satunya adalah hipokondria, masih dirasa sangat sedikit jika dibandingkan
dengan pengetahuan tentang
penyebab pada gangguan lain. Tetapi, ada dua faktor penyebab yang dianggap dapat
menyebabkan seseorang mengembangkan gangguan
hipokondria. Yaitu penyebab
secara biologis dan penyebab secara psikososial.
Secara biologis, penelitan meneemukan bahwa adanya faktor
genetik dalam munculnya gangguan hipokondria, selain itu bisa juga
karena adanya
hipometabolisme atau penurunan metabolisme zat-zat tertentu yang terdapat pada lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Terdapat regulasi yang tidak normal pada sistem sitokin juga menjadi salah satu kemungkinan dalam
menyebabkan dan merupakan beberapa gejala yang ditemukan pada orang dengan gangguan hipokondria.
Selain penyebab biologis, para ahli juga menemukan
penyebab
psikososial sebagai salah satu penyebab yang mendukung berkembangnya
gangguan hipokondria, penyebab-penyebab psikososial tersebut diantaranya adalah
:- Orang tersebut pernah mengalami penyakit yang serius pada waktu kecil
- Orang tersebut Pernah mengalami masalah sehingga menyebabkan stress berat yang mengakibatkan trauma, seperti mengalami kekerasan dan pelecehan seksual pada masa anak-anak.
- Ada kemungkin bahwa gangguan ini berhubungan dengan gangguan jiwa yang lain, seperti gangguan kecemasan atau OCD. artinya, hipokondriasis bisa berkembang dari gangguan lain.
- Adanya penguat yang diberikan oleh lingkungan sosialnya sehingga mereka mempertahankan gangguan tersebut. Sebagai contoh, pada saat mereka mengeluhkan penyakit mereka, mereka mendapatkan perhatian lebih dari lingkungannya, selanjutnya bisa ditebak, ketika mereka menghadapi masalah yang keras mereka akan mengeluhkan berbagai macam penyakit untuk mendapatkan perhatian.
- Pernah menjadi anak yang “ditolak”
- Orang-orang yang pernah mengalami kekerasan fisik atau pelecehan seksual memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk dalam mengembangkan gangguan Hipokondria. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa orang-orangyang memiliki gangguan hipokondria adalah orang-orang yang seperti itu.
Para ahli
psikologipun merumuskan hal-hal yang kemungkinan menjadi penyebab gangguan
hipokondria. Menurut pandangan para ahli teori Cognitive behavioral
hipokondria bisa berkembang
karena disebabkan oleh
pengalaman masa lalu orang yang bersangkutan dalam menghadapi suatu
penyakit
tertentu, apakah karena mereka mengalaminya
sendriri atau melihat orang lain menderita penyakit tersebut, baik itu secara
langsung maupun dari media masa.
Hal
ini menyebabkan orang yang bersangkutan mengembangkan pandangan yang tidak
tepat mengenai gejala dan penyakit tersebut. Hal ini lah yang
mempengaruhi seseorang untuk mengembangkan gangguan hipokondria.
Akibat dari pandangan yang tidak
itu,
seseorang dengan gangguan hipokondria
akan memusatkan
perhatiannya secara
berlebihan
pada
gejala-gejala fisik yang
muncul. Bukti
penelitian yang
terbaru
menunjukan
bahwa
selain mereka juga merasakan bahwa gejala yang mereka alami adalah pertanda dari penyakit yang lebih berbahaya
daripada kenyataanya, mereka juga cenderung salah dalam menafsirkan gejala-gejala
tersebut, mereka akan mencari dukungan dan bukti bahwa mereka mengalami penyakit yang mereka percaya. Jika bukti yang didapat adalah bukti yang menyatakan ragu bahwa mereka berada dalam keadaan
yang sakit, mereka akan menolak
bukti tersebut. Bahkan,
pada seseorang dengan hipokondria mereka tampaknya memiliki keyakinan bahwa “sehat” artinya benar-benar tidak memiliki penyakit apapun.
Sebagai
contoh orang yang mengalami hipokondria adalah cerita dari salah satu orang
yang pernah mengalami gangguan tersebut. Kasus ini terjadi pada, sebut saja
Mrs. B. seorang ibu dua anak yang sedang menjalani masa-masa menuju menopause
sekitar usia 48 tahun. Pada seseorang yang akan mengalami menopause tentu akan
mengalami siklus menstruasi yang berbeda, tapi Mrs. B. menganggap ini sebagai
hal yang lebih serius.
Dia menganggap bahwa dirinya terkena kanker rahim,
sehingga dia banyak membaca informasi mengenai kanker rahim, dan pergi mencari
dokter untuk mengkonfirmasi penyakitnya tersebut. Ketika dokter mengatakan
bahwa hal ini adalah karena pengaruh menopause, dia percaya bahwa dokter itu
hanya mengatakan hal yang baik padanya dan berusaha melindunginya dari
kenyataan mengerikan bahwa dia menderita kanker rahim. Akhirnya, dia memutuskan
untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya, karena pekerjaannya menuntut untuk
dia berdiri sepanjang hari dan dia khawatir bahwa hal tersebut akan memperparah
kanker rahimnya. Diapun menghabiskan waktu keliling dokter kandungan untuk
mengkonfirmasi gangguannya tersebut.
Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan agar seseorang
tidak mengembangkan gangguan hipokondria adalah dengan memberikan informasi serta
bukti-bukti kepada orang tersebut bahwa gejala yang dialaminya bukanlah gejala
dari penyakit serius yang bisa membahayakan dirinya, sehingga dia tidak perlu
khawatir. Hal lain yang perlu dilakukan adalah pendidikan mengenai
hipokondria yang dapat membantu individu dan keluarganya untuk bisa lebih dalam
memahami apa itu sebenarnya hipokondria, mengapa seseorang bisa mengembangkan
gangguan tersebut dan bagaimana cara mengatasinya sehingga orang tersebut bisa
merasa aman dan tenang.
Jika sudah terlambat dan seseorang sudah mengembangkan
gangguan hipokondria dengan jauh, para psikiatri mengatakan bahwa obat-obatan
bisa menjadi salah satu cara yang dianggap efektif dalam menangani gangguan ini,
obat antidepresan adalah obat yang dianggap efektif yang dapat membantu
menurunkan kecemasan pada orang dengan hipokondria. Terapi psikologis juga
menjadi salah satu alternatif yang dianggap efektif dalam menangani gangguan
ini. Pada umumnya, pendekatan yang dianggap sebagai pendekatan yang paling
efektif dalam menangani gangguan hipokondria adalah pendekatan kognitif-behavioral.
Terapi
kognitif-behavioral dilakukan dengan cara menyusun
ulang pemikiran
pesimis tentang kesehatan pada orang dengan hipondria.
Sumber :
Nevid,
J.S; Rathus, S.A; Greene, B.A. (2000) . Abnormal Psychology In A Changing
World (4th edition). New Jersey : Prentice Hall.
Davidson,
C Gerald, Neale, John M, Kring, Ann M (2006) Psikologi Abnormal Edisi ke-9,
Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Halgin,
R. P., Susan Krauss Whitbourne.(2010). Abnormal Psychology: Clinical
Perspectives on Psychological Disorders, New York : McGraw-Hill.
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan jejak dengan berkomentar
"Mohon untuk tidak memberikan komentar yang berbau SARA,pornografi atau pesan negatif lainnya, karena akan kami hapus dari postingan ini"