Menjalin hubungan yang penuh pengertian antara orangtua dan anak-anak remaja terkadang merupakan suatu yang sulit dan membutuhkan "trik" khusus. Photo by : Anton Petukhov, Source: Flickr.Com |
Pasti diantara pembaca artikel ini ada para orangtua dan para remaja, atau yang belum menjadi orangtua dan pasti sudah melalui masa remaja. Pembaca juga pasti pernah mengalami masa-masa storm and stress ini, betul? masa dimana ketika kita merasa mulai tertarik dengan lawan jenis, dan stress ketika "si dia" tidak merespon kita.
Masa-masa menyenangkan dimana kita bisa bermain dan bersenang-senang bersama kawan-kawan, tapi di satu sisi kita merasa tertekan dengan tuntutan-tuntutan sosial dan tuntutan-tuntutan dari orang tua kita. Masa dimana kita itu seperti sedang naik roller coaster, kadang sangat senang, kadang sangat sedih, kadang marah, takut, dan semua emosi bercampur aduk.
Bagi para orang tua masa remaja anaknya adalah masa yang mungkin cukup merepotkan, betul? Di satu sisi mereka sudah mulai dewasa dan menuntut kemandirian, tapi di sisi lain mereka masih membutuhkan kita untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, masih harus kita lindungi, belum punya pekerjaan, dan sebagainya.
Pada masa inilah anak-anak cenderung untuk menentang kita, mereka cenderung berontak terhadap otoritas kita, mereka mulai mempertanyakan nilai-nilai kita, dan sebagainya. Pada masa inilah biasanya muncul berbagai masalah serius antara orangtua-anak, karena anak merasa tidak dimengerti dan orangtua merasa anaknya mulai membandel.
Para orangtua mungkin pusing dengan remaja yang membandel, begitu juga dengan para remaja mereka juga pusing dengan orang tua yang tidak mengerti mereka. Jadi harus bagaimana dong untuk menyelesaikan masalah remaja dan orangtuanya?
Para psikolog sepakat bahwa kenakalan remaja adalah sesuatu yang normatif, memang sudah seharusnya seperti itu. Tapi para psikolog juga setuju bahwa orangtua tetap harus mengawasi anak-anak remaja mereka, agar "kenakalan remaja" mereka tidak menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang buruk, seperti adiksi terhadap zat-zat psikotropika, alkohol, atau terjerumus pada kriminalitas.
Hal yang harus dipahami adalah, masalah remaja dan orang tua biasanya mengenai masalah mereka dalam "kebebasan". Para remaja biasanya ingin orangtuanya membebaskan mereka untuk melakukan hal yang mereka mau dan memberikan kepercayaan pada mereka. Pada masa-masa ini nilai-nilai mereka mulai bergeser dari nilai-nilai yang dipelajari dari keluarga menjadi nilai-nilai yang dianut oleh teman sebaya.
Sementara itu, para orangtua menganggap mereka masih terlalu "kecil" untuk bebas, orangtua masih ingin mengatur dan terkadang terlalu khawatir ketika mereka memberikan kepercayaan lebih kepada anak-anak remajanya. Hal ini lah yang biasanya menjadi "bentrokan" antara remaja dan orang tua, mungkin remaja bakal sering pergi bersama teman-teman mereka melakukan berbagai hal. Tapi, orangtua mungkin khawatir dengan hal ini karena mereka takut anaknya bermain dengan teman-teman yang salah dan sebagainya.
Dari penjelasan diatas sebenarnya ada hal yang harus digaris bawahi pada hubungan orangtua dan remaja. Hal tersebut adalah para orang tua pada masa ini sebenarnya sudah mulai tidak bisa mengatur anak-anak remajanya, tapi begitu juga dengan para remaja mereka tidak bisa mengatur orang tuanya. Hubungan orangtua-remaja sudah tidak lagi seperti hubungan "atasan-bawahan" seperti ketika para remaja masih anak-anak. Hubungan antara orang tua anak sudah mulai menjadi hubungan vertikal, mungkin pada masa ini hubungannya bisa dibilang seperti rekan.
Hal yang terkadang sering menjadi kesalahan orangtua dalam menghadapi remaja adalah mereka terlalu mengatur atau bahkan mereka diatur oleh anak-anak remajanya. Ketika mereka mengatur mereka terlalu mengekang anak-anak remajanya dan ini bukanlah hal yang baik. Sedikit-sedikit anak remaja yang bersangkutan dihukum, atau dimarahi, pola asuh seperti ini bisa membuat remaja menjadi seseorang yang memusuhi pihak otoritas bahkan memusuhi orangtuanya.
Hal yang buruk juga terjadi ketika orangtua diatur oleh anaknya, orangtua cenderung melepaskan anak dan terlalu memanjakan anak. Jika orangtua berperilaku seperti ini, misal ketika anak ditegur guru, maka orangtua pergi ke sekolah dan memarahi gurunya habis-habisan. Hal ini bisa membuat anak menjadi seseorang yang tidak akan menghargai sosok otoritas, mereka akan berperilaku seenaknya. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal ini baca artikel kami mengenai pola asuh :
Sudah Tepatkah Pola Asuh Anda?
Jika orangtua tidak bisa mengatur anak, dan anak tidak bisa mengatur orangtua maka apa yang harus dilakukan? yang harus dilakukan adalah membuat kesepakatan antara orangtua dan anak-anak remaja mereka. Membuat aturan yang disepakati bersama. Para orangtua menjelaskan kenapa ada hal yang tidak boleh dilakukan dan ada hal yang boleh dilakukan.
Jelaskan dengan masuk akal pada mereka, bukan dengan membentak dan memaksa mereka untuk mematuhi. Jelaskan bahwa mengikuti hal yang baik itu bukanlah sesuatu yang sulit, mengikuti hal yang baik dan mengikuti aturan adalah latihan untuk mengontrol diri karena hal tersebut dibutuhkan dilingkungan sosial.
Tanyakan pada mereka juga mengenai teman-temannya, jika teman-temannya mengajak pada hal yang negatif tanya apa yang mereka rasakan jika mereka berkata "tidak"? apakah mereka takut untuk tidak diterima oleh teman-temannya? atau ada hal lain yang menyebabkan mereka tidak berani berkata "tidak"?
Pertanyaan tersebut bisa membuat para orangtua memahami jalan pikiran para remaja dan bisa mengajarkan mereka untuk menolak hal-hal negatif tersebut, jelaskan dengan penjelasan yang masuk akal, dan bisa diterima oleh mereka. Setelah itu, ajarkan bahwa dengan berkata "tidak" pada hal-hal negatif seperti mabuk dan sebagainya tidak membuat mereka jadi tidak "keren".
Selain pertanyaan-pertanyaan diatas juga tanyakan pandangan mereka tentang sosok-sosok otoritas, seperti guru, orangtua, dan sebagainya. Adakah pandangan negatif dari para anak remaja mengenai sosok otoritas tersebut? jika ada itu adalah kesempatan para orangtua untuk memperbaiki dan membuat mereka paham bahwa sosok otoritas itu diperlukan.
Setelah para orangtua memahami cara berfikir anaknya mengenai aturan dan lingkungan sosialnya, baru buatlah kesepakatan antara orangtua dan anak-anak remaja mereka. Buatlah batasan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, setelah itu berikan kepercayaan pada mereka untuk menjalankan kesepakatan tersebut, dengan tetap melakukan supervisi dan pengecekan terhadap perilaku mereka.
Terakhir, hal ini adalah hal terpenting dan hal yang sering membuat orang tua gagal dalam menerapkan aturan mereka terhadap anak-anak remaja. Yaitu konsistensi mereka dalam mengecek anak-anak remaja mereka dan memberikan contoh langsung sebagai orang tua.
Sebagai misal, orang tua melarang anaknya merokok dan membuat kesepakatan dengan anak-anak mereka. Tapi dia tidak pernah mengecek apakah anaknya merokok sepulang sekolah, setidaknya dengan mencium baju atau nafas anaknya, atau yang lebih buruk adalah orangtuanya sendiri merokok dan tidak memberi contoh pada anaknya. Inilah hal yang sering gagal dilakukan oleh orang tua, karena kegagalan dalam hal ini menunjukan ketidakseriusan orang tua mengenai aturan yang telah disepakatinya.
Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi para orang tua dan para remaja yang sedang memiliki masalah :)
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan jejak dengan berkomentar
"Mohon untuk tidak memberikan komentar yang berbau SARA,pornografi atau pesan negatif lainnya, karena akan kami hapus dari postingan ini"