Gangguan Identitas Gender atau disingkat menjadi GIG, adalah gangguan dimana seseorang merasa dilahirkan dalam jenis kelamin yang salah, seorang pria yang merasa dia adalah wanita dalam tubuh pria, dan sebaliknya. Pertanyaanya,
apa sih yang menyebabkan mereka mengalami keadaan tersebut? Bagaimana proses
terjadinya gangguan tersebut? Para ahli mengatakan bahwa ada tiga faktor yang
bisa menyebabkan seseorang mengembangkan gangguan tersebut. Diantaranya adalah
faktor biologis, faktor sosial lingkungan, dan faktor psikologis. Berdasarkan
faktor biologis, dikatakan bahwa orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk
mengembangkan gangguan identitas gender adalah karena adanya kelebihan hormon
pria pada seorang wanita, dan kelebihan hormon wanita pada seorang pria.
Ketidakseimbangan hormon ini adalah salah satu hal yang menjadi pemicu gangguan
ini. Faktor biologis ini bisa diperkuat dengan adanya faktor lingkungan sosial
dan faktor psikologis. Dengan dieksposnya media sosial terhadap wanita yang terlalu maskulin atau pria yang terlalu feminim hal ini memungkinkan anak untuk mencontoh perilaku tersebut,
jika hal ini dikombinasikan dengan orang tua yang tidak peka dan tidak peduli
terhadap perubahan perilaku pada anak, seperti membiarkan anak laki-laki yang
bermain boneka barbie, atau memuji anak laki-laki yang bertingkah lucu seperti
perempuan, membiarkan anak perempuan memainkan permainan laki-laki dan bersifat
seperti laki-laki, hal ini lah yang bisa menyebabkan anak mengembangkan
gangguan identitas gender yang lebih serius dikemudian hari.
Sigmund Freud,
bapak psikoanalisa berpendapat bahwa gangguan ini
berkembang karena hilangnya peran ayah atau sosok laki-laki dari anak laki-laki, dan hilangnya peran ibu atau sosok wanita dari anak perempuan. Sosok ayah dan ibu terutama menjadi penting pada saat anak dari jenis kelamin yang sama berada pada masa mencotoh peran gender masing-masing kelamin, jika kita mengarah pada teori Freud, yaitu pada usia 4-5 atau 6 tahun, yang disebut oleh Freud sebagai fase phalic. Anak laki-laki yang terlalu dekat dengan ibu, dan jauh dari ayah atau, ayah yang terlalu keras, dan tidak ada sosok pria lainnya seperti paman atau kakek, akan menyebabkan anak meniru peran ibu dan akhirnya menerapkan peran tersebut dalam dirinya. Hal yang sama terjadi juga pada anak perempuan, yang berbeda adalah anak perempuan yang mengalami gangguan identitas gender adalah perempuan yang meniru peran ayah.
berkembang karena hilangnya peran ayah atau sosok laki-laki dari anak laki-laki, dan hilangnya peran ibu atau sosok wanita dari anak perempuan. Sosok ayah dan ibu terutama menjadi penting pada saat anak dari jenis kelamin yang sama berada pada masa mencotoh peran gender masing-masing kelamin, jika kita mengarah pada teori Freud, yaitu pada usia 4-5 atau 6 tahun, yang disebut oleh Freud sebagai fase phalic. Anak laki-laki yang terlalu dekat dengan ibu, dan jauh dari ayah atau, ayah yang terlalu keras, dan tidak ada sosok pria lainnya seperti paman atau kakek, akan menyebabkan anak meniru peran ibu dan akhirnya menerapkan peran tersebut dalam dirinya. Hal yang sama terjadi juga pada anak perempuan, yang berbeda adalah anak perempuan yang mengalami gangguan identitas gender adalah perempuan yang meniru peran ayah.
Pencegahan yang
bisa dilakukan sebenarnya bisa mengacu pada teori penyebab yang muncul, yaitu
orang tua secara aktif berperan dalam mengajarkan peran gender yang sesuai
dengan anaknya. Ayah yang mengajarkan bagaimana caranya menjadi seorang
laki-laki pada anak laki-lakinya, dan ibu yang mengajarkan anaknya untuk
bagaimana peran wanita yang benar. Intinya adalah bagaimana orangtua menjadi contoh
yang baik, dan menjadi panutan bagi anak-anaknya. Kehadiran orang tua sangatlah
penting bagi anak untuk menetapkan peran gender yang sesuai dengan jenis
kelaminnya. Yang jadi masalah adalah bagaimana caranya bagi orang-orang yang
merasa bahwa dirinya mengalami gangguan identitias gender? Sebenarnya para ahli
memberikan beberapa alternatif bagi orang-orang yang demikian, diantaranya
adalah terapi hormon, dan terapi psikologis untuk membantu mental dan
psikologis mereka merasakan bahwa gender mereka sesuai dengan jenis kelamin
yang mereka miliki.
Sumber :
Davison, G.C. ; Neale. J.M. ; Kring,
A.M. (2006). Psikologi Abnormal (Edisi ke-9). Jakarta : PT Rajagrafindo
Persada.
Sangat berat sebelah. Tidak netral. Tidak ditulis adanya opsi perubahan kelamin.
ReplyDelete