Menikah merupakan impian bagi banyak orang, terutama para
muda-mudi yang sedang dilanda cinta. Dalam bayangan seseorang tentu pernikahan
terlihat menyenangkan, romantis, dan membahagiakan. Pandangan ini tentu tidak
salah, pernikahan adalah salah satu sumber kebahagian terbesar karena bisa
saling memiliki dengan pasangan. Tapi, didalam pernikahan tentu bukan hanya
kebahagiaan saja, tapi didalamnya juga terdapat potensi-potensi masalah mulai
dari yang ringan hingga yang terberat. Mulai dari perbedaan waktu bangun pagi
hingga masalah keuangan dan pertengkaran yang bisa berujung pada perceraian.
Menikah merupakan sesuatu yang membahagiakan, tapi untuk membangun hal tersebut
tentu tidak mudah. Karena dalam pernikahan, pasangan juga harus menyelesaikan
berbagai masalah. Dari sekian banyak masalah dalam pernikahan, artikel kali ini
akan membahas tentang satu masalah spesifik yang sering terjadi dalam
pernikahan, yaitu masalah komunikasi.
Komunikasi
adalah dasar dalam penyelesaian masalah-masalah pernikahan sebelum selanjutnya
melakukan yang perlu dilakukan, baik itu mengenai uang, pengasuhan anak,
masalah seksual, dan sebagainya. Komunikasi juga bisa menjadi sumber kepuasaan
pernikahan ketika suami-istri bisa bergantian menjadi pendengar yang baik. Berdasarkan
hasil penelitian masalah komunikasi yang biasanya
terjadi dalam pernikahan
adalah suami yang tidak mau mendengarkan istri ketika mengeluh, istri yang
merasa tidak dihargai oelh suami atas usahanya, atau suami yang menganggap
istri terlalu banyak bicara pada saat dia lelah, atau istri yang dirasa tidak
percaya kepada kemampuannya ketika dia curhat mengenai masalah-masalahnya dan
masalah-masalah lainnya. Masalah komunikasi yang buruk adalah salah satu
penyebab meningkatnya perceraian.
Komunikasi
yang baik antara suami-istri tentu tidak terlepas dari penggunaan bahasa verbaldan non-verbal yang efektif. Selain itu, dalam komunikasi suami/istri
diperlukan juga empati. Yang dimaksud dengan empati disini adalah hasil dari
suami/istri mendengarkan pasangannya dengan penuh perhatian, dan bersedia
menerima pesan dari pasangan. Hal ini merupakan hal yang vital guna terciptanya
komunikasi yang baik. Empati adalah bagaimana suami/istri merespon pasangannya seolah-olah
dia juga mengalami hal yang dihadapi oleh pasangannya tersebut. Empati adalah bisa
ikut merasakan perasaan orang lain.
Sebagai
contoh, ketika istri menceritakan pada suaminya, curhat tentang masalahnya,
dirinya, kejadian-kejadian yang dia alami selama tidak bersama suaminya. Tentu seorang
istri akan berharap bahwa suaminya bisa memperhatikan dia, mendengarkan apa
yang dia ceritakan, dan menunjukan minatnya. Tapi terkadang hal itu tidak terpenuhi,
biasanya yang terjadi adalah suami yang tidak menunjukan minat pada apa yang
dibicarakan oleh istri, konsentrasinya mudah teralihkan, atau malah menanggapi
dengan memotong pembicaran istri, menyimpulkan dengan pemikiran sendiri, dan
menilai istri negatif tanpa menanyakan kembali pada istri. Hal ini yang membuat
istri terkadang tidak merasa diperhatikan dan jadi enggan untuk bercerita
kembali pada suami.
Sementara
di pihak suami, mereka menganggap bahwa perilakunya sudah mencerminkan kasih
sayang. Misalnya, ketika memotong pembicaraan dan memberikan penyelesaian
ketika istreri mengeluh atau menceritakan masalahnya. Ketika suami
mengkomunikasikan masalahnya pada istri mereka berharap isteri menjadi
pendengar yang baik, tapi biasanya istri menanggapi dengan pemberian tanggapan
yang cenderung menasihati. Perilaku ini biasanya dianggap sebagai ketidak
percayaan istri terhadap kemampuan suami. Hal ini terkadang dilakukan
terus-menerus yang terkadang membuat suami merasa tidak diterima oleh istri.
Masalah
diatas dilihat dari dua sudut pandang suami dan istri, hal itu lah yang
biasanya terjadi dalam pernikahan. Dan masalah itulah yang perlu dijembatani,
dengan apa? Tentu dengan menjadi pendengar yang baik. Dengan kita mendengarkan
pesan yang ingin disampaikan oleh pasangan kita hingga kita paham dan bisa
merespon dengan respon yang seakan-akan kita juga ikut merasakan hal tersebut. Ketika
pasangan berbicara mengenai pengalaman menyenangkan kita bisa merespon dengan
bahagia, dan ketika pasangan berbicara mengenai pengalaman sedih kita juga bisa
merespon dengan sedih tapi tetap tenang sehingga pasangan kita bisa merasa
nyaman dan tidak akan segan untuk berbicara tentang masalahnya pada kita. Kita
harus tau kapan mendengarkan dan kapan kita memberi masukan.
Harus
dipahami juga bahwa pada dasarnya pria dan wanita itu beda, apa yang ada dalam
otak suami sebagai pria dan apa yang ada dalam otak istri sebagai wanita pasti
berbeda. Suami perlu paham bahwa istrinya adalah seorang wanita, yang cenderung
lebih senang untuk berelasi dengan orang lain, cenderung lebih emosional
(menunjukan emosinya ketika sedih atau marah) dibanding para pria, dan
dibandingkan hal yang bersifat fakta mereka lebih menyukai hal-hal yang
bersifat menjalin hubungan, sehingga merupakan hal yang wajar ketika istri
lebih banyak bicara, lebih sering menangis ketika tidak nyaman, dan menunjukan
emosinya secara terbuka.
Sementara
itu para istri juga harus memahami bahwa suami mereka adalah pria, yang tentu
berbeda dari mereka. Para pria itu cenderung lebih tertarik pada fakta
dibanding dengan emosi, cenderung lebih mengutamakan logika, bahkan dibeberapa
budaya mereka cenderung dituntut untuk tidak mengekspresikan emosinya secara
terbuka. Sehingga para pria biasanya lebih kesulitan dari para wanita dalam
mengekspresikan emosinya. Para pria juga adalah orang-orang yang bangga dengan
yang mereka kerjakan, sehingga istri harus lebih berhati-hati dalam menanggapi
pekerjaan mereka.
Terimakasih tulisannya,cukup bermanfaat.
ReplyDeleteSama-sama :)
DeleteThanks infonya menarik banget. Oiya, saya juga mau share nih tentang tips ampuh agar keluarga bisa hidup sejahtera. Temen-temen bisa lihat rahasianya di sini: trik jitu keuangan rumah tangga
ReplyDelete